Rabu, 27 April 2022

3.1.a.9. Koneksi Antarmateri-Pengambilan Keputusan dalam Pembelajaran

 3.1.a.9. Koneksi Antarmateri

Nur Isnaeni/ SMPN 3 Grabag

Kab. Magelang

1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?


Pratap Triloka yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan semboyan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri Handayani artinya di depan memberi teladan, di tengah membangun motivasi/dorongan, di belakang memberi dukungan. Sebagai pendidik, kita harus menyadari bahwa setiap anak membawa kodratnya masing-masing. Kita hanya perlu menuntun segala yang ada pada anak, mengarahkan dan memberi dorongan supaya anak dapat berproses dan berkembang.Dalam proses menuntun, anak akan diberi kebebasan, dalam hal ini guru sebagai pamong memberikan tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah serta membahanyakan dirinya serta anak menemukan kemerdekaannya dalam belajar sehingga akan berdampak pada pengambilan keputusan yang tepat dan bertanggung jawab. Dalam hal tersebut, maka guru harus mampu mengambil keputusan yang berpihak pada murid serta bijaksana. Berdasarkan hal tersebut guru sebagai pemimpin pembelajaran sudah sepatutunya menerapkan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, dengan menerapkan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip penyelesaian dilema, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.


2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?


Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral. Akal dan moral dua dimensi manusia yang saling berkaitan. Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral. Dari kutipan tersebut kita bisa menarik kesimpulan bahwa karsa merupakan suatu unsur yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia. Karsa ini pun berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh seseorang, disadari atau pun tidak. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika.. Tentunya ada prinsip-prinsip yang lain, namun ketiga prinsip di sini adalah yang paling sering dikenali dan dapat kita digunakan sebagai seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil sebuah keputusan. ketiga prinsip ini seringkali membantu dalam menghadapi pilihan- pilihan yang penuh tantangan, yang harus kita hadapi sebagai pemimpin pembelajaran. Ketiga prinsip tersebut adalah Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri seorang pendidik tentunya adalah nilai kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, toleransi, gotong-royong dan nilai kebaikan lainnya. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang paling kita hargai dalam hidup dan sangat berpengaruh pada pembentukkan karakter , perilaku dan membimbing dalam kita mengambil sebuah keputusan. Sebagai Guru Penggerak, tentunya ada beberapa nilai yang harus dipegang seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat diperlukan nilai-nilai atau prinsip, pendekatan, dan langkah-langkah yang benar sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita. Untuk membuat keputusan berbasis etika, diperlukan kesamaan visi, budaya dan nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan lebih jelas.


3. Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping atau fasilisator telah membantu saya berlatih mengevaluasi keputusan yang telah saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, apakah sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal, apakah keputusan yang diambil bermanfaat untuk banyak orang dan apakah keputusan yang diambil tersebut dapat dipertanggung jawabkan.


4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Seorang pendidik harus mampu mengetahui dan memahami kebutuhan belajar serta kondisi sosial dan emosional dari muridnya . Seorang siswa harus mampu menyelesaikan permasalahannya dalam belajarnya. Pentingnya pendekatan Coaching dilaksanakan oleh guru, karena guru dalam hal ini sebagai coach akan menggali potensi yang dimiliki oleh muridnya dengan memberi pertanyaan pemantik sehingga murid dapat menemukan potensi yang terpendam dalam dirinya untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan dengan baik maka keterampilan coaching akan membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan- pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan. Coaching dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat yang akan berpengaruh sehingga terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman dengan demikian akan berpengaruh bagi peserta didik dalam proses pembelajaran.


5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Sesi coaching membantu guru untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki dan memecahkan permasalahan saat menjadi pemimpin pembelajaran, sehingga pada saat menentukan suatu permasalahan dilema etika seorang guru mampu mengidentifikasi suatu permasalahan dengan tehnik coaching, sehingga mampu menghasilkan keputusan yang tepat dan berpihak pada murid.

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Dalam melaksanakan proses Pendidikan, pendidik dalam hal ini guru harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi sosial emosional seperti kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan sosial (relationship skills). Sehingga diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindfull), terutama sadar dengan berbagai pilihan , konsekuensi yang akan terjadi, dan meminilisir kesalahan dalam pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambil karena tidak ada keputusan yang bisa sepenuhnya mengakomodir seluruh kepentingan para pemangku kepentingan. Namun tujuan utama pengambilan selalu pada kepentingan dan keberpihakan pada anak didik .

7. Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang pendidik harus mampu melihat permasalahan yang dihadapi apakah permasalahan tersebut merupakan dilema etika ataukah bujukan moral. Dengan nilai- nilai yang dimiliki seorang pendidik tersebut, baik nilai inovatif, kolaboratif, mandiri dan reflektif seorang pendidik dapat menuntun muridnya untuk dapat mengenali potensi yang dimiliki dalam mengambil keputusan dan mengatasi masalah yang dihadapi sehingga dengan nilai- nilai dari seorang pendidik tersebut, yang merupakan landasan pemikiran yang dimiliki akan cenderung pada prinsip " melakukan demi kebaikan orang banyak, menjunjung tinggi prinsip- prinsip/ nilai- nilai dalam diri dan melakukan apa yang kita harapkan orang lain akan lakukan kepada diri kita. Maka seorang pendidik akan dapat mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab melalui berbagai pertimbangan dan langkah pengambilan dan pengujian sebuah keputusan terkait permasalahan yang terjadi.

8. Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran kita sering dihadapkan pada situasi dimana kita diharuskan mengambil suatu keputusan, namun terkadang dalam pengambilan keputusan terutama pada situasi dilema kita masih kesulitan misalnya lingkungan yang kurang mendukung, bertentangan dengan peraturan, pimpinan tidak memberikan kepercayaan karena merasa lebih berwenang, dan meyakinkan orang lain bahwa keputusan yang diambil sudah tepat, perbedaan cara pandang serta adanya opsi benar lawan benar atau sama-sama benar. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat dan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengenali terlebih dahulu kasus yang terjadi apakah kasus tersebut termasuk dilema etika atau bujukan moral. Jika kasus tersebut merupakan dilema etika, sebelum mengambil sebuah keputusan kita harus mampu menganalisa pengambilan keputusan berdasarkan pada 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga hasil keputusan yang kita ambil mampu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman untuk muridnya. Intinya pengambilan keputusan yang tepat terkait kasus-kasus pada masalah moral atau etika hanya dapat dicapai jika dilakukan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan . Dapat dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses analisis kasus yang cermat dan sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodasi semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat , maka hal tersebut akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Kesulitan-kesulitan yang dialami di lingkungan saya dalam mengambil keputusan adalah kesulitan /kendala yang bersumber pada pengambil keputusan, di mana dalam mengambil keputusan tidak melibatkan guru atau warga sekolah lainnya, sering terjadi perbedaan pandangan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit tercapainya kesepakatan, dan sering dalam pengambilan keputusan tersebut , kita tidak mempunyai pilihan yang lain karena aturan yang ada pada pimpinan/ sekolah,, adanya nilai-nilai kesetiakawanan yang masih kental dalam budaya di lingkungan menimbulkan rasa kasihan lebih dominan dan terburu-buru dalam pengambilan keputusan

Kesulitan-kesulitan di atas selalu kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan.

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Ketika kita mengambil keputusan harus memperhatikan beberapa hal penting terkait 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan maka keputusan yang kita ambil akan berdampak baik kepada murid karena pada dasarnya tujuan pembelajaran adalah dapat memberikan keselamatan dan kebahagian pada murid, sehingga dengan keselamatan dan kebahagiaan yang didapatkan oleh murid maka kita telah mampu memerdekakan mereka dalam belajar Pendidik sudah seharusnya memberikan keputusan yang bersifat positif, membuat siswa merasa nyaman, dan tenang. Semuanya dilakukan untuk memerdekan siswa dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar mereka. Karena pengambilan keputusan yang tepat akan mempengaruhi pengajaran seorang guru untuk mewujudkan Pendidikan yang memerdekakan murid. Untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, kita harus benar- benar memperhatikan kebutuhan belajar murid. Jika keputusan yang kita ambil sudah mempertimbangkan kebutuhan murid maka murid akan dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya dan kita sebagai pemimpin pembelajaran dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya dan menuntun murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga keputusan kita dapat berpengaruh terhadap keberhasilan dari murid di masa depannya nanti. Pendidik yang mampu mengambil keputusan secara tepat akan memberikan dampak akhir yang baik dalam proses pembelajaran sehingga mampu menciptakan well being murid untuk masa depan yang lebih baik.

10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembelajaran modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran terkait dengan modul-modul yang telah dipelajari sebelumnya adalah  satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan untuk memerdekakan murid dalam belajar, Sebagaimana dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan bertujuan menuntut segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, sekolah maupun masyarakat. Dalam melaksanakan proses Pendidikan, seorang pendidik harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan dengan baik maka keterampilan coaching akan membantu kita sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan- pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan.

Keterampilan coaching ini dapat membantu murid dalam mencari solusi atas masalahnya sendiri tidak sebatas pada murid, keterampilan cocaching dapat diterapkan pada rekan sejawat atau komunitas terkait permasalahan yang dialami dalam proses pembelajaran. Selain itu diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil keputusan dan proses pengambilan keputusan diharapkan dapat dilakukan secara sadar penuh(mindfullness), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.


Jumat, 08 April 2022

MATERI AJAR CERITA WAYANG RAMAYANA ( KIDANG KENCANA)

 MATERI AJAR CERITA WAYANG RAMAYANA ( KIDANG KENCANA)


Ana ing kegiatan iki, bocah-bocah  bakal tepung lan mangerteni tegese wayang purwa, mula bukane wayang purwa, crita wayang Ramayana, perangan crita wayang Ramayana, lan unsur-unsur sing ana ing crita wayang Ramayana lakon Kidang Kencana.

A. Tegese Wayang

Wayang sing ana ing Indonesia akeh jinise, salah sijine yaiku wayang purwa. Padatane, wong-wong padha ngarani wayang purwa kuwi wayang kulit amarga digawe saka bahan kulit. Ananging, wayang sing kagawe saka kulit uga maneka warna jinise. Wayang kang arep dijlentrehke ana ing kene yaiku wayang kang mula bukane saka crita Ramayana lan Mahabarata, saengga luwih trep yen kasebut kanthi tulisan wayang purwa.

Wayang sawijining tembung basa Indonesia (Jawa) asli kang nduweni teges wewayang utawa wewayangan. Tembung wayang asale saka tembung wod (akar kata) “yang” banjur dadi wayang. Tetembungan ana ing basa Jawa kang nduweni  tembung wod  “yang” variasi vokale kayata layang, dhoyong, puyeng, reyong, kang teges tansah obah, ora tetep, samar-samar lan sayup-sayup. Tembung wayang, hamayang ana jaman semana nduweni teges: nontonake wewayangan. Saya suwe dadi tontonan wayangan. Sabanjure dadi seni pentas wewayangan utawa wayang (Mulyono,1979: 51-52).

Sulaksono (2012: 110) ngandharake yen ngomongake ngenani masyarakat Jawa apa maneh nganti ing tataran filosofi utawa panyawange marang urip kuwi ora bakal bisa ucul saka wayang. Saking cedhake wayang karo uripe wong Jawa nganti ana ing perangane omah (omah joglo) sing diarani paringgitan. Paringgitan mapan ana perangan antaraning pendhapa lan omah mburi. Tembung paringgitan asale saka tembung ringgit (basa krama inggil, ana ing basa ngoko artine wayang). Paringgitan yaiku papan kang adate digunakake kanggo mentasake wayang.

B. Mula Bukane Wayang

Ana rong panemu sing gayut karo asal-usule wayang Purwa, yaiku asale saka tanah  Jawa lan asale/asli  Jawa/Indonesia.  Satoto  (2012:  134) ngandharake yen ora bener menawa wayang asale saka njaban tanah Jawa. Wayang wis ana lan dikenal karo masyarakat Jawa wiwit taun 700 caka utawa 778 masehi. Wondene pamanggihe Satoto kuwi adhedhasar luwih dhara-dhata, ing ngisor iki:

a. Wayang wis ana wiwit jaman Airlangga (980 Caka atau 1028 Masehi), wiwitan abad XI SM, ana ing Keraton Kediri wis ana pagelaran wayang.

b. Pagelaran wayang/bayang-bayang kuwi nggunakake boneka sing cacahe ana 74 lan kulit (walulang inukir= kulit yang diukir).

c. Wayang/bayang-bayang  boneka  kuwi  diproyeksikake  ana  ing  layar (kelir).

d. Wong sing nontonake (saiki dhalang) ngelakonake peran paraga-paraga watak  sing  diwujudake  ana  ing  boneka  (wayang).  Menawa dikandhakake, boneka-boneka wayang kuwi kalebu manifestasi saka karakter utawa wateking paraga-paraga.

e. Pagelaran   wayang/bayang-bayang  wis  tuwa  umure,  satemah   empu Prapanca, panulis Tantu Pagelaran ngira-ngira asal lan mula bukane pagelaran wayang/bayang-bayang yaiku nalika para dewa tumurun ana ing bumi.

f. Pagelaran wayang/bayang-bayang rikala semana wis populer amarga wis dadi kelangenan lan akreb karo masyarakat.

g. Pagelaran wayang/bayang-bayang rikala semana wis nganggo gamelan (musik) kanggo ngiring pagelaran wayang (abad XII SM).

h. Komponen-komponen musik gamelan yaiku saron, kemanak, tundung, lan sapanunggalane.

i. Pagelaran wayang kulit purwa wis dadi sarana panglipur rakyat, kang suwe-suwe asring dipentasake lan runtut digelar ing tanah Jawa (2012:133).


C. Sumbering Crita Wayang Ramayana

Sumber crita pokok wayang purwa asale saka kitab Ramayana lan Mahabarata. Kitab Ramayana diripta dening empu Walmiki. Isine crita ana ing kitab Ramayana dibagi dadi pitu lan sabanjure digubah mawi wujud syair kang cacahe 24.000 seloka. Bageyane crita ing Ramayana diarani kandha, dadi siji- mbaka siji bageyan critane dipungkasi mawi tembung kandha.


D. Perangan  kitab Ramayana

1. Balakandha.

Balakandha minangka kitab sepisan. Nyeritakake ngenani Dasarata dadi raja ing kraton Ayodya. Dasarata duwe bojo cacahe 3, yaiku Dewi Kosalya kagungan putra Rama, Dewi Kekeyi kagungan putra asmane Prabu Barata, lan Dewi Sumitra kagungan putra Lesmana lan Satrugna.

2. Ayodyakandha.

Nyritake Dasarata lengser dadi raja, lan diganti Rama ananging dialang-alangi Dewi Kekeyi kang nduweni karep supaya Barata dadi raja.

3. Aranyakandha.

Nyritake Rama lan Lesmana paring pambiyantu marang pandhita kang lagi mertapa supaya ora diganggu dening para raksesa.

4. Kiskindhakandha.

Nyritake dhuhkitane Rama jalaran kelangan garwane yaiku Dewi Sinta.

5. Sundarakandha.

Nyritake Anoman nggoleki Sinta kang didusta utawa diculik Rahwana utawa Dasamuka.

6. Yuddakandha.

Nyritake Rama, Sugriwa, lan bala wanara (kethek) gawe jembatan utawa kreteg    Situbanda kanggo tumuju Alengka.

7. Uttarakandha.

Kitab pungkasan yaiku nyritake Dewi Sinta dibuwang ing tengah alas jalaran Rama   cubriya marang kesuciane Dewi Sinta.

 

E. Unsur Intrinsik Crita Ramayana Lakon Kidang Kencana

Karya sastra nduweni unsur-unsur kang mangun karya sastra satemah karya sastra bisa madeg. Miturut andharane Kasnadi & Sutejo (2010: 6 – 28) unsur-unsur instrinsik karya sastra kaperang dadi pitu, yaiku tema, tokoh dan penokohan,  plot  (alur  cerita),  setting  (pelataran),  sudut  pandang  (point  of view), style (gaya), dan pesan (amanat). Kaya dene Kasnadi lan Sutejo, Priyantono lan Sawukir (2014: 125-126) ngandharake menawa unsur instrinsik uga ana pitu,  yaiku  tema, alur utawa plot, setting utawa latar, paraga lan watake paraga, amanat, cara mawas utawa point of view, lan lelewaning basa.

a. Tema yaiku ide utawa gagasan pokok sing dadi dhasare crita.

b. Alur utawa plot yaiku lakune crita seka purwa-madya-wasana sing duwe sesambungan sabab-akibat. Alur kaperang dadi telu yaiku alur maju, mundur, lan campuran.

c. Setting utawa latar, yaiku perangane unsur intrinsik sing wujude papan, wektu, sosial, lan kahanan.

d. Paraga yaiku tokoh sing ana ing sajrone crita. Wewatakane paraga bisa dingerteni kanthi cara:

1)  Analitik, yaiku wewatakane paraga digambarake kanthi cetha

2)  Dramatik, yaiku wewatakane paraga digambarake kanthi samudana.

Dene watake paraga  yaiku watak utawa sipate paraga ing sajrone crita. Watake paraga kaperang dadi telu yaiku 

1) Antagonis, yaiku paraga kang duwe watak ala

2) Protagonis, yaiku paraga kang duwe watak apik

3) Tritagonis, yaiku paraga (dudu paraga utama) kang netral

e. Piweling  yaiku  pesen  utawa  pitungkas  sing  diaturke  panulis  marang pamaos.

f. Sudut Pandang yaiku cara mawas utawa (point of view) yaiku dununge panulis ana ing sajrone crita.

g. Lelewa basa yaiku tembung-tembung pilihan sing digunakake panulis sing ana sajrone crita supaya critane bisa luwih endah lan urip.


F. Pratelan Cerita Ramayana (Kidang Kencana) 

Sawise ninggalake kraton, Rama, Sinta, lan Laksmana urip ana ing alas Dandaka. Ana ing alas Dandaka, dumadakan Dewi Sinta weruh kidang kencana. Dewi Sinta njaluk njaluk marang Rama supaya bisa nyekel kidang kasebut. Rama ngoyak lan manah kidang kuwi, sabanjure kidang kasebut njerit lan ganti wujud dadi Kala Marica. Amarga Rama ora bali-bali lan krungu swara jeritan, Sinta dhawuh Laksmana nggoleki Rama. Sakdurunge lunga ninggalake Sinta, Laksmana nggawe urekan ana ing lemah kang ngubengi Sinta lan Laksmana paring weling menawa Sinta ora oleh metu saka bunderan kuwi.

Ora suwe sakwise laksamana lunga, ana pandhita tuwa sing nyedhaki Sinta. Sakwise bage-binage Dewi Sinta menehi panganan marang pandhita. nalika ngulungake panganan, pandhita kuwi mara-mara narik tangane Sinta lan wusanane Sinta metu saka bunderan sing digawe Laksmana. Sakbanjure pandhita kuwi badhar malih Dasamuka lan nggawa Sinta Mabur menyang Alengka. Ing gegana, Sinta jerit-jerit.


Senin, 04 April 2022

2.3.a.9. Koneksi Antarmateri – Coaching


 A. 2.3.a.9. Koneksi Antarmateri – Coaching

Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara relevan dengan dunia pendidikan saat ini. Pemikirannya menjadi acuan dan dasar bagi pemerintah Indonesia untuk memajukan pendidikan. Menurut KHD pendidikan adalah proses menuntun tumbuh kembang anak sesuai kodratnya yaitu kodrat alam dan zaman untuk mencapai kebahagian dan keselamatan setinggi-tingginya sebagai individu maupun bagian dari masyarakat.  Untuk itu, salah satu proses menuntun tersebut dapat dilakukan dengan cara coaching. Dalam coaching guru berperan sebagai coach yang dapat menuntun dan murid sebagai coachee. Guru dapat mengajukan beberapa pertanyaan untuk menggali segala potensi dan kemampuan yang dimiliki murid dengan tujuan menuntun dan mengarahkan agar murid mampu menemukan solusi sendiri atas permaslahannya. 

Guru berperan penting untuk menciptakan rasa nyaman dalam proses coaching melalui ketrampilan berkomunikasi dengan baik sehingga muncul rasa empati, saling menghormati dan menghargai antara guru dan murid. Dengan kemampuan dan keterampilan bertanya dari seorang coach dapat menyadarkan murid akan kekuatan dan potensi yang dimilikinya sehingga murid  mendapatkan solusi atas permaslahannya sendiri. Selama proses coaching, terlihat jelas bahwa guru dan murid adalah mitra dalam belajar. Berlatih untuk mengenali potensi yang dimiliki murid, sudah bukan jamannya lagi guru paling pintar dan paling benar. Tetapi bagaimana caranya agar murid pun mampu cerdas dalam segala hal baik sosial maupun emosional. Maka dari itu guru dapat membantu murid menemukan kekuatan dan potensi untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya. 

Salah satu cara untuk meningkatkan potensi dan kemampuan murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi. Yaitu pembelajaran dengan memerhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan minat, profil, dan kesiapan belajar.  Guru sebagai coach akan berupaya untuk menggali kebutuhan belajar murid dengan merancang proses pembelajaran yang mampu memaksimalkan segala potensi yang dimiliki oleh murid. Dan yang tidak kalah penting secara sosial emosional potensi murid juga berkembang secara maksimal. 

Proses coaching dapat berjalan dengan mengoptimalkan aspek sosial emosional sehingga setiap murid mampu menyelesaikan masalah dengan potensi yang mereka miliki. Pada akhirnya mereka akan mampu hidup merdeka menentukan jalan hidupnya sesuai kekuatan dan potensi yang dimiliki. Ada empat ketrampilan yang harus di miliki oleh seorang coach

1. Ketrampilan membangun dasar proses coaching

2. Ketrampilan membangun hubungan baik

3. Ketrampilan berkomunikasi

4. Ketrampilan memfasilitasi pembelajaran 

Sebagai tambahan perlu dipahami bahwa coaching, mentoring dan konseling adalah tiga hal yang berbeda. 

1. Coaching adalah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Dalam hal ini coach (guru) hanya bertugas mengarahkan coachee (murid) untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dengan potensi yang dimiliki. 

2. Mentoring adalah Proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya (Stone,2002). Mentoring lebih kepada membagikan pengalaman untuk memotivasi mentee dalam mengembangkan dirinya.

3. Konseling adalah hubungan bantuanantara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (Gibson dan Mitchell 2003). Dalam hal ini konselor membantu konseli untuk memecahkan masalah yang dialami. 

Dalam proses coaching ada salah satu pendekatan yang digunakan yaitu dengan model TIRTA. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas sekolah dengan mudah.

TIRTA kepanjangan dari

T :Tujuan

I :Identifikasi

R :Rencana Aksi 

TA :Tanggung jawab

Berikut penjabaranya 

1. Tujuan Umum 

Merupakan kesepakatan tujuan pembicaraan antara coach dan coachee, beberapa contoh pertanyaan coach untuk coachee.

Apa rencana pertemuan ini?

Apa tujuannya?

Apakah tujuan dari pertemuan ini?

Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?

Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?

Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.

2. Identifikasi

Pada tahap ini merupakan penggalian atau pemetaan situasi yang sedang dibicarakan dengan menghubungkan beberapa fakta yang terjadi. Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini adalah:

Kesempatan apa yang kamu miliki sekarang?

Dari skala 1 hingga 10, dimana kamu sekarang dalam pencapaian tujuan kamu?

Apa kekuatan kamu dalam mencapai tujuan?

Peluang/kemungkinan apa yang bisa kamu ambil?

Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi kamu dalam meraih tujuan?

Apa solusinya?

3. Rencana Aksi

Rencana Aksi merupakan pengembangan ide, alternatif solusi untuk rencana yang dibuat. Beberapa rencana yang akan dilakukan dapat ditanyakan dengan:

Apa rencana kamu dalam mencapai tujuan ini?

Adakah prioritas?

Apa strategi untuk itu?

Bagaimana jangka waktunya?

Apa ukuran keberhasilan rencana aksi kamu?

Bagaimana cara kamu mengantisipasi gangguan?

4. Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah membuat komitmen atas hasil yang dicapai untuk langkah selanjutnya. Beberapa contoh pertanyaan yang bisa diajukan: 

Apa komitmen kamu terhadap rencana aksi?

Siapa dan apa yang dapat membantu kamu dalam menjaga komitmen?

Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?

Jenis-jenis pertanyaan yang diajukan dalam proses coaching adalah pertanyan yang efektif, terbuka, fokus pada tujuan, reflektif,  mengeksplorasi, mengukur pemahaman, dan pertanyaan aksi. 

Berikut contoh praktik coaching yang bisa dilakukan oleh guru 



B. Koneksi Antar Materi Modul 2.3

1. Filosofi KHD : Pendidikan bertujuan menuntuh tumbuh  kembangnya kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya.

2. Nilai & Visi Guru Penggerak dan Sekolah : Menciptakan ekosistem sekolah dan budaya positif untuk memenuhi kebutuhan belajar individu.

3. Pembelajaran yang berpihak pada murid : Penerapan pembelajaran yang berdifensiasi, pembelajaran sosial emosiaonal dan coaching.

4. Merdeka Belajar : Melalui pembelajaran yang berpihak pada murid, dapat mewujudkan murid yang merdeka dan berkembang sesuai potensinya .

5. Profil Pelajar Pancasila : Terciptanya well being murid. 

C. Refleksi Modul 2.3

Kegiatan keseluruhan materi Modul 2.3 bagaimana keterampilan coaching dalam menjalankan pendidikan yang berpihak pada murid.

1. Guru harus mengetahui dan memenuhi kebutuhan belajar tiap murid yang berbeda-beda dengan memberikan pembelajaran berdiferensiasi

2. Guru harus bisa mengenali emosi dan membangun hubungan sosial-emosional dengan murid agar mampu memberikan dampak psikologis yang baik bagi murid 

3. Guru harus bisa menjadi seorang coach bagi murid-muridnya dalam rangka mengembangkan segala potensi yang ada pada murid 


 Terimakasih. Salam guru penggerak!



PENGERTIAN CERKAK, CIRI, DAN UNSUR-UNSURNYA-BAHASA JAWA-KURMER-KELAS 9

PENGERTIAN CERKAK, CIRI, DAN UNSUR-UNSURNYA   Mengutip jurnal Karakter dalam Preman, Antologi Cerkak Karya Tiwiek SA dan Implikasinya Te...